Celengan Uang Receh
Oleh : Lia Fajarwati
Suatu hari, aku hendak
berangkat sekolah. Aku melihat adikku, Inar sedang memegang celengan
kesayanganku.
“Mau kau apakan celengan itu?”, tanyaku
“Ini loh, tadi mau jatuh, jadi aku taruh sini aja!”,
jawabnya
Tak lama kemudian Ibuku memberiku uang saku padaku
“Ini uang sakumu Nggi!”, kata Ibu
“Kok mbak Anggi uang sakunya banyak Buk? Sedangkan
aku dikit doang?”, tanya Inar
“Kamu kan sekolahnya pulangnya lebih cepet, jadi
uang sakunya nggak perlu banyak-banyak. Lagipila uang saku itu nggak penting,
yang penting kalian udah bisa sekolah harusnya bersyukur.”, sahut Ibu
Inar hanya diam dan bergegas berangkat sekolah
“Nanti siang Ibu mau ketempat Budhemu, jadi nanti
kalo mau makan sudah Ibu siapkan. Ibu hari ini nggak punya uang, jadi kamu tida
Ibu kasih uang lebih”, pesan Ibu
“Iya deh, aku berangkat dulu Bu?”, pamitku
Ketika
di kelas, aku merasa ada yang aneh. Aku teringat dengan celenganku di rumah.
Aku baru beberapa hari menabung di celengan tersebut. Aku penasaran, saat ini
sudah berapa banyak uang yang aku masukkan kesana? Rencananya aku ingin uang
tabunganku itu untuk beli sepatu baru.
“Woi! Ngelamun aja!”, teriak Tika
“Apaan sih kamu? Kaget tauk!”, jawabku dengan nada
sedikit kesal
“Ke kantin yuk?”, sahut Tika
“Nggak ah, aku lagi hemat!”, kataku dan aku
meninggalkan Tika
Sepeninggalanku tadi, aku berpikir kalo aja tadi aku
ke kantin pastinya nanti aku jajan, terus kalo aku jajan aku nggak jadi ngumpulin
uang buat beli sepatu dong!
Bel
sudah berbunyi, waktunya aku pulang sekolah. Sesampainya aku di rumah aku
langsung mencari celenganku. Aku melihat adikku Inar rupnya sudah ada di rumah,
namun aku acuhkan saja. Aku mencari celenganku, tetap nggak ketemu juga. Sampai
akhirnya aku tanyakan pada Inar.
“Mana celenganku?” tanyaku agak ketus
“Lha itu, di samping meja”, jawabnya dengan nada
pelan
Aku segera mengambil celenganku, ketika aku
mengangkat celenganku rasanya ada yang yang aneh. Celenganku terasa lebih
ringan dibandingkan dengan yang sebelumnya. Suaranya pun juga lebih berbeda.
Aku
duduk di samping adikku, ku tempatkan celenganku di atas meja dan aku pandangi
saja celenganku. Aku berniat untuk membuka celenganku. Aku tahu, celengan ini
belum lama aku beli tapi aku sangat penasaran kenapa rasanya ada yang sangat
ganjil sekali dengan celenganku. Aku coba meminta pendapat adikku mengenai ini.
“Inar, kok rasanya celenganku ringan banget ya?”
tanyaku pada Inar
“Apa iya?” jawab Inar
“Kalo aku buka sekarang gimana? Aku penasaran
banget”
“Jangan dulu, baru beberapa hari masak udah kamu
pecahin sih?”, usulnya
Tanpa piir panjang aku langsung keluar rumah untuk
mengambil batu dan aku pecahkan celenganku. “Oh My God! Kenapa isinya uang
receh semua?” teriakku.
“Coba liat! Coba liat!”, kata Inar sambil tertawa
melihat isi celenganku
“Kok duitku jadi receh semua?” kataku dengan nada kesal
“Salahmu sendiri pelit!”
Aku
begitu kesal melihat celenganku yang begitu mengenaskan itu. Tapi siapa yang
mbil uang di celenganku itu? Padahal aku yakin benar bahwa setiap hari aku juga
memasukkan uang kertas ke dalam celenganku itu. Tapi, kalo aku ingat-ingat
kembali orang yang terakhir memegang celenganku itu adikku. Oh iya, tadi pagi
adikku pegang celenganku dan ia juga menanyakan pada Ibu mengapa uang sakunya
lebih sedikit dibandingkan aku. Dan tadi adikku juga tau letak celenganku di
samping meja atau jangan-jangan adikku yang mengambilnya lalu meletakkan
celenganku di sampng meja?
“Kamu yang ambil uangku ya?” tudingku dengan ketus
“Ya enggak lah! Ngaco kamu mbak!” jawab Inar
“Lalu siapa yang mengambilnya? Tuyul?”
“Ya mana aku tahu? Aku tadi juga baru pulang kok!”
“Jangan ngeles deh kamu, jelas-jelas tadi pagi kamu
pegang celenganku!”
Aku diam dan masih menyangkal bawa Inar yang
mengambil uangku. Aku tak habis pikir kenapa dia ambil uangku. Nggak mungkin
kalo tuyul yang ambil uangku. Tak lama kemudian Ibu datang.
“Heh! Kenapa kalian berantem? Ada apa to?” tanya Ibu
“Nih Buk! Masak uangku di celengan diambil Inar!”
jawabku
“Mbak Anggi! Kamu jangan nuduh gitu dong!” sahut
Inar
“Emang bener kok!”
“Kalian apa-apaan sih? Sudah sudah! Diam dulu. Uang
di celengan kamu itu Ibu yang ambil. Ibu lagi nggak punya uang jadi tadi Ibu
ambil dulu uang kamu. Nanti kalo Ibu udah punya uang Ibu ganti Nggi!” jelas Ibu
“Jadi Ibu yang ambil?” tanyaku
“Makanya, jangan asal nuduh Mbak, punya mulut nggak
dijaga!” sindir Inar
“Sudah! Sudah! Ini, kalian udah makan belum? Ibu
beli bakso kesukaan kalian. Pasti kalian belum makan kan?” kata Ibu